polres-serkot.id – Seorang guru SMP Negeri di Bekasi Barat, berinisial JP (59), resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual terhadap siswi. Aksi bejatnya yang dilakukan sebanyak tiga kali, terakhir di ruang OSIS pada 14 Agustus 2025, memicu trauma berat pada korban. Kasus ini menjadi sorotan setelah viral di media sosial, memicu demonstrasi alumni yang menuntut pemecatan JP. Artikel ini mengulas kronologi kasus, dampak pada korban, dan langkah hukum yang diambil.
Guru SMPN Bekasi Tersangka Pelecehan dengan Bukti Kuat
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Kusumo Wahyu Bintoro, mengumumkan bahwa JP ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan cukup bukti. “Berdasarkan alat bukti, perbuatan pelaku memenuhi unsur tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur,” ujar Kusumo pada 27 Agustus 2025, dikutip dari detik.com. JP disangkakan melanggar Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
JP, yang berperan sebagai guru olahraga dan pembina OSIS di SMPN 13 Bekasi, kini ditahan di Rutan Polres Metro Bekasi Kota. Penetapan tersangka ini menyusul penggeledahan dan pemeriksaan intensif yang dilakukan polisi setelah kasus ini mencuat di media sosial.
Kronologi Pelecehan dan Dampak pada Korban
Penyidikan mengungkap bahwa JP melakukan pelecehan seksual terhadap siswi sebanyak tiga kali, dengan kejadian terakhir terjadi pada 14 Agustus 2025 di ruang OSIS. Saat itu, korban, NP (14), sedang merapikan berkas setelah kegiatan OSIS. JP, yang memanfaatkan posisinya sebagai pembina, mendekati korban saat sendirian dan melakukan perbuatan cabul, termasuk meraba bagian intim korban. “Pelaku memegang korban dari belakang, menyentuh bagian intim atas dan bawah,” ungkap Kusumo, dikutip dari IDN Times.
Akibat perbuatan ini, korban mengalami trauma psikis berat. “Korban kehilangan semangat belajar dan bahkan menyatakan ingin melukai diri sendiri,” kata Kusumo. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi kini memberikan pendampingan psikologis kepada korban, bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
Reaksi Publik dan Tuntutan Alumni
Kasus ini terbongkar setelah orang tua korban mendapat informasi dari wali murid lain, yang kemudian dikonfirmasi oleh korban. Kabar ini menyebar luas di media sosial, memicu aksi demonstrasi oleh puluhan alumni SMPN 13 pada 25 Agustus 2025. Massa menuntut pemecatan JP dan tindakan tegas dari sekolah. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Udah Tua Mikir” dan mengecam kelalaian sekolah dalam mencegah kejadian ini.
Kepala SMPN 13, Tetik Atikah, mengakui bahwa JP telah mengakui perbuatannya, meski mengklaim tidak bermaksud melecehkan. Sekolah telah menonaktifkan JP dari tugas mengajar dan pembinaan OSIS sejak 25 Agustus 2025, namun tidak bisa memecatnya karena statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Keputusan lebih lanjut diserahkan ke Dinas Pendidikan Kota Bekasi,” ujar Tetik, dikutip dari Kompas.com.
Konteks dan Tindakan Hukum
Kasus ini menambah daftar insiden pelecehan di lingkungan pendidikan di Bekasi, setelah kasus serupa di SMPN 6 pada 2022 yang melibatkan staf perpustakaan. KPK juga telah berkoordinasi dengan Polres Metro Bekasi Kota untuk memastikan pendampingan korban dan penegakan hukum. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum dan menyerukan agar kasus ini diusut tuntas tanpa kompromi.
KPK juga mencatat bahwa JP diduga merupakan anggota Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) sekolah, menambah ironi pada kasus ini. Pihak berwenang kini mendorong korban lain, termasuk alumni, untuk melapor ke DP3A guna mengungkap kemungkinan adanya korban tambahan.
Penutup
Guru SMPN Bekasi tersangka pelecehan setelah melakukan aksi bejat sebanyak tiga kali terhadap siswi, menyebabkan trauma berat pada korban. JP kini menghadapi ancaman 15 tahun penjara berdasarkan UU Perlindungan Anak. Aksi protes alumni dan tindakan cepat kepolisian menunjukkan urgensi penanganan kasus ini. Mari dukung keadilan bagi korban dan upaya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan.