Berita Nasional

Wakapolri Kritik Polisi 2025: Tanda Cinta pada Polri

Wakapolri Kritik Polisi 2025
0 0
Read Time:4 Minute, 58 Second

polres-serkot.idWakapolri Kritik Polisi 2025 menjadi sorotan utama saat Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Dedi Prasetyo menegaskan bahwa masyarakat yang mengkritik Polri sebenarnya mencintai institusi ini, menurut Kompas. Dalam dialog publik Polri pada 29 September 2025, Dedi menyampaikan bahwa kritik adalah bentuk kepedulian untuk memperbaiki Polri. Pertama-tama, keterbukaan terhadap saran memperkuat peran Polri dalam supremasi sipil. Untuk itu, artikel ini mengulas lima aspek penting terkait Polri 2025 dalam menerima kritik dan menjalankan tugasnya.

Kritik Masyarakat: Bukti Cinta pada Polri 2025

Komjen Dedi Prasetyo menegaskan bahwa masyarakat yang memberikan kritik, saran, dan masukan kepada Polri sebenarnya ingin institusi ini menjadi lebih baik, menurut Kompas. “Mereka cinta polisi, ingin Polri jadi polisi yang baik,” ujarnya dalam dialog publik. Selain itu, kritik dari masyarakat, baik melalui media sosial, unjuk rasa, maupun forum resmi, membantu Polri mengidentifikasi kelemahan dalam pelayanan publik. Dengan demikian, Wakapolri Kritik Polisi 2025 menunjukkan bahwa masukan masyarakat adalah dorongan positif.

Sejak era reformasi 1998, Polri sering mendapat kritik terkait penegakan hukum, netralitas, dan pelayanan. Misalnya, isu penanganan unjuk rasa yang dianggap represif atau kasus pelanggaran HAM kerap jadi sorotan di platform seperti X. Namun, Dedi menegaskan bahwa kritik ini bukan untuk melemahkan, melainkan untuk memperkuat institusi. Oleh karena itu, Polri mengadakan dialog publik untuk mendengar aspirasi langsung dari masyarakat. Forum ini memungkinkan diskusi terbuka tentang isu-isu krusial, seperti transparansi penegakan hukum dan respons terhadap keluhan masyarakat. Sebagai hasilnya, Polri terus berupaya meningkatkan profesionalisme anggotanya melalui pelatihan dan evaluasi berkala.

Polri sebagai Penjaga Demokrasi dan HAM

Dedi menyoroti peran Polri sebagai penjaga demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) dalam sistem supremasi sipil, menurut Detik. “Siapa penjaga demokrasi? Harus polisi yang baik,” katanya. Dalam konteks supremasi sipil, Polri bertugas memastikan kebebasan berekspresi, keamanan publik, dan perlindungan HAM terjamin. Untuk itu, polisi harus netral, profesional, dan responsif terhadap dinamika sosial. Dengan demikian, Polri 2025 menjadi pilar utama dalam menjaga demokrasi Indonesia.

Peran ini terlihat jelas dalam pengamanan Pemilu 2024, di mana Polri berhasil menjaga stabilitas tanpa insiden besar. Namun, tantangan seperti polarisasi masyarakat, hoaks, dan potensi konflik sosial tetap ada. Kritik masyarakat, seperti desakan untuk netralitas polisi atau penanganan kasus yang lebih transparan, membantu Polri memperbaiki strategi. Contohnya, Polri meningkatkan pelatihan anggota untuk menangani unjuk rasa dengan pendekatan persuasif, seperti menggunakan tim negosiasi dan body camera untuk dokumentasi. Selain itu, Polri bekerja sama dengan Komnas HAM untuk memastikan penegakan hukum sesuai standar HAM. Oleh karena itu, kritik masyarakat menjadi bahan evaluasi untuk memperkuat peran Polri sebagai penjaga demokrasi.

Keterbukaan Polri di Bawah Kapolri Listyo Sigit

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan keterbukaan sejak awal menjabat pada 2021, menurut CNN Indonesia. “Bapak Kapolri perintahkan Polri dengarkan saran, masukan, dan kritik dari semua komponen bangsa,” ungkap Dedi. Selain itu, inisiatif seperti lomba unjuk rasa pada 2021 menunjukkan komitmen Polri untuk merangkul kebebasan berekspresi. Untuk itu, Polri terus mengadakan dialog publik di berbagai daerah. Dengan demikian, Polri 2025 wujudkan transparansi dan kedekatan dengan masyarakat.

Konsep Polri Presisi (Prediktif, Responsif, dan Transparan Berkeadilan) yang diperkenalkan Listyo Sigit menekankan pentingnya mendengar masyarakat. Misalnya, Polri aktif menanggapi keluhan di platform X, seperti laporan pelayanan SIM yang lambat atau dugaan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, Polri membuka saluran pengaduan resmi, seperti aplikasi Lapor! dan hotline 110, untuk memudahkan masyarakat menyampaikan masukan. Pada 2024, Polri juga meluncurkan platform digital terintegrasi untuk mempercepat pelayanan publik, seperti penerbitan SKCK secara daring. Sebagai hasilnya, Polri menunjukkan komitmen untuk belajar dari kritik dan meningkatkan pelayanan. Dialog publik seperti yang diadakan pada 29 September 2025 menjadi bukti nyata keterbukaan Polri.

Tantangan Reformasi Polri di Era Modern

Polri menghadapi berbagai tantangan dalam reformasi, menurut Tempo. Salah satu tantangan utama adalah meningkatkan kepercayaan publik di tengah isu seperti korupsi internal, penyalahgunaan wewenang, atau penanganan kasus yang kontroversial. Selain itu, supremasi sipil menuntut Polri independen dari pengaruh politik dan mampu menjalankan tugas secara profesional. Dengan demikian, kritik masyarakat menjadi bahan bakar reformasi Polri 2025.

Reformasi Polri dimulai sejak pemisahan dari TNI pada 1998, tetapi tantangan seperti budaya internal yang kaku atau kasus pelanggaran anggota masih muncul. Contohnya, kasus Ferdy Sambo pada 2022 memicu kritik tajam dari publik, mendorong Polri memperketat pengawasan internal melalui Divisi Propam dan tim etik. Untuk itu, Polri membentuk satuan tugas reformasi dan meningkatkan pelatihan berbasis etika. Kritik masyarakat, seperti desakan untuk transparansi dalam penegakan hukum, mendorong Polri menerapkan teknologi seperti body camera pada patroli dan operasi pengamanan. Selain itu, Polri berkolaborasi dengan akademisi dan LSM untuk merancang kebijakan yang lebih inklusif. Oleh karena itu, kritik membantu Polri menyesuaikan diri dengan tuntutan era modern.

Implementasi Kritik untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik

Kritik masyarakat telah mendorong perubahan nyata dalam pelayanan Polri, menurut Liputan6. Contohnya, keluhan tentang lambatnya pelayanan SIM dan STNK mendorong Polri meluncurkan aplikasi digital seperti SIM Online dan e-SKCK. Selain itu, dialog publik memungkinkan Polri mendengar aspirasi langsung dari masyarakat, termasuk keluhan tentang respons polisi terhadap kasus kriminal. Untuk itu, Polri berencana mengadakan forum serupa di berbagai daerah. Dengan demikian, Polri 2025 makin responsif dan dekat dengan rakyat.

Pada 2024, Polri meluncurkan platform terintegrasi untuk mempercepat pelayanan publik, seperti penerbitan SKCK dalam hitungan jam. Selain itu, Polri meningkatkan pelatihan anggota untuk menangani kasus sensitif, seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan pendekatan berbasis HAM. Contoh konkret adalah pembentukan unit khusus PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) di setiap polda. Kritik masyarakat juga mendorong Polri untuk memperbaiki komunikasi publik, seperti melalui akun resmi media sosial yang aktif menanggapi keluhan. Sebagai hasilnya, Polri terus berbenah untuk memenuhi harapan masyarakat. Dialog publik seperti yang diselenggarakan pada 29 September 2025 menjadi langkah strategis untuk membangun kepercayaan publik.

Kesimpulan

Wakapolri Kritik Polisi 2025 menegaskan bahwa kritik masyarakat adalah tanda cinta terhadap Polri, sebagaimana disampaikan Komjen Dedi Prasetyo. Dengan keterbukaan yang diperintahkan Kapolri Listyo Sigit, Polri terus memperkuat peran sebagai penjaga demokrasi dan HAM dalam supremasi sipil. Oleh karena itu, dialog publik dan respons terhadap kritik menjadi kunci untuk membangun Polri yang lebih transparan, responsif, dan profesional. Sebagai hasilnya, Polri 2025 semakin dekat dengan rakyat, siap menghadapi tantangan modern, dan berkomitmen mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %