polres-serkot.id – Razia Hyundai AS memicu kemarahan global setelah otoritas imigrasi AS, ICE, menahan 316 warga Korea Selatan di pabrik Hyundai di Georgia. Pemerintah Korsel kini menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat kondisi penahanan yang buruk, seperti ruang sempit, kasur berjamur, dan perlakuan kasar. Seoul menegaskan hak warganya tak boleh terlanggar. Apa yang terjadi dan bagaimana respons Korsel? Simak ulasan lengkapnya!
Kronologi Razia Hyundai AS
ICE melancarkan razia Hyundai AS pekan lalu di fasilitas produksi kendaraan listrik Hyundai di Bryan County, Georgia. Operasi ini menargetkan pekerja asing, termasuk 316 warga Korsel yang bekerja untuk Hyundai dan mitra LG. Razia tersebut merupakan bagian dari kebijakan imigrasi ketat AS yang fokus pada visa kerja H-1B dan L-1. Setelah seminggu ditahan, para pekerja pulang ke Korsel pada 12 September 2025 usai negosiasi diplomatik intens.
Hyundai mengoperasikan pabrik senilai US$ 7,6 miliar untuk memproduksi mobil listrik, melibatkan tenaga ahli Korsel guna transfer teknologi. Namun, laporan media Korsel menyoroti kondisi penahanan yang tidak manusiawi, mendorong Seoul bertindak cepat untuk selidiki dugaan pelanggaran HAM.
Kondisi Penahanan yang Buruk
Para pekerja menceritakan pengalaman pahit selama razia Hyundai AS. Mereka menghadapi ruang penahanan sempit dengan kasur berjamur, suhu dingin, dan akses terbatas ke toilet atau air bersih. Petugas ICE memborgol mereka dengan rantai di pinggang, kaki, dan tangan. Beberapa pekerja mengaku petugas memperlakukan mereka dengan kasar, termasuk teriakan dan penanganan fisik agresif.
“Saya kaget menghadapi perlakuan seperti ini di AS,” ujar seorang pekerja kepada media Korsel. Kisah ini memicu kemarahan publik, terutama di media sosial, di mana warga Korsel menuntut keadilan. Kondisi ini bertentangan dengan standar HAM yang Korsel junjung, memaksa pemerintah menuntut penjelasan dari AS.
Respons Pemerintah Korsel
Kang Yu Jung, juru bicara Kantor Kepresidenan Korsel, mengumumkan investigasi menyeluruh pada 15 September 2025. “Kami meneliti laporan pelanggaran HAM selama razia Hyundai AS untuk memastikan hak warga terlindungi,” katanya dalam jumpa pers. Kementerian Luar Negeri Korsel juga memeriksa respons otoritas AS terhadap tuntutan Seoul.
Korsel mendesak AS memperbaiki kondisi penahanan setelah keluhan awal. Beberapa langkah, seperti menyediakan makanan layak dan air bersih, mulai diterapkan. Namun, Kang menegaskan pihaknya akan terus memantau jika ketidaknyamanan berlanjut. “Kami pastikan martabat warga Korsel terjaga di mana pun,” tegasnya.
Peran Hyundai dan LG
Hyundai dan LG, dua raksasa industri Korsel, turut menangani dampak razia Hyundai AS. Mereka aktif mengumpulkan laporan dari pekerja tentang dugaan diskriminasi dan perlakuan buruk. Laporan ini akan mereka serahkan ke Kementerian Luar Negeri Korsel untuk mendukung investigasi resmi.
Pabrik Georgia, yang ciptakan 8.500 lapangan kerja, merupakan proyek strategis Korsel di AS. Namun, razia ini merusak citra investasi tersebut. Hyundai menjanjikan bantuan hukum dan konseling psikologis bagi pekerja terdampak. LG, sebagai mitra baterai, berupaya memperketat kepatuhan visa untuk hindari insiden serupa di masa depan.
Dampak Diplomatik dan Ekonomi
Razia Hyundai AS menguji hubungan Korsel-AS, sekutu dekat selama dekade. Kebijakan imigrasi AS yang ketat, terutama di era pemerintahan baru, menargetkan pekerja asing untuk lindungi tenaga kerja lokal. Namun, Korsel menilai pendekatan ini merugikan warganya yang bekerja secara legal. Seoul menuntut transparansi dan perlakuan adil.
Secara ekonomi, insiden ini berpotensi ganggu investasi Korsel di AS. Hyundai dan LG telah menggelontorkan miliaran dolar untuk ekspansi otomotif dan teknologi. Jika pekerja Korsel terus hadapi razia, perusahaan mungkin ragu lanjutkan proyek serupa. Ini juga memicu diskusi di Korsel tentang perlunya layanan konsuler yang lebih kuat untuk warga di luar negeri.
Pelajaran dari Insiden Ini
Razia Hyundai AS menggarisbawahi urgensi perlindungan HAM bagi pekerja migran. Korsel berencana perkuat layanan konsuler di AS, termasuk hotline darurat dan tim hukum khusus. Hyundai dan LG diminta tingkatkan pelatihan kepatuhan visa untuk pekerja. Publik Korsel, melalui media sosial, menyerukan langkah tegas dari pemerintah dan perusahaan.
Insiden ini juga mengingatkan bahwa hubungan internasional tak lepas dari isu HAM. Korsel, dengan posisi ekonomi kuat dan komitmen HAM, bisa dorong standar lebih baik di kancah global. Bagi pekerja migran, kasus ini ajarkan pentingnya memahami hak dan risiko kerja di luar negeri.
Langkah ke Depan
Penyelidikan Korsel atas razia Hyundai AS terus berjalan, dengan laporan awal diharapkan sepekan mendatang. Hyundai dan LG berjanji transparan, sementara Seoul mendesak AS beri klarifikasi. Kasus ini berpotensi jadi preseden perlindungan pekerja migran global. Tetap pantau perkembangan untuk kabar terbaru tentang investigasi dan dampaknya pada hubungan Korsel-AS!