Berita Internasional

Pengakuan Palestina Sekutu: Gestur Simbolis?

Pengakuan Palestina Sekutu
0 0
Read Time:2 Minute, 40 Second

polres-serkot.id – Pada September 2025, sejumlah negara Barat seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal mengumumkan pengakuan Palestina sekutu sebagai negara berdaulat, diikuti rencana Prancis untuk langkah serupa. Langkah ini, yang disambut baik oleh Otoritas Palestina, memicu kontroversi, terutama dari Israel dan Amerika Serikat. Meski dianggap sebagai pernyataan politik berbobot, banyak pihak menilai pengakuan Palestina sekutu ini hanyalah gestur simbolis. Mengapa demikian, dan apa implikasinya bagi konflik Israel-Palestina?

Signifikansi Pengakuan Palestina Sekutu

Pengakuan Palestina sekutu oleh negara-negara G7 seperti Inggris, Kanada, dan Australia menandai pergeseran diplomatik. Dengan dukungan dari empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB—termasuk Rusia dan China yang telah mengakui Palestina sejak 1988—langkah ini memperkuat posisi Palestina di panggung internasional. Sebanyak 151 dari 193 negara anggota PBB kini mengakui Palestina, termasuk Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Namun, tanpa dukungan AS, pengakuan ini kehilangan daya dorong untuk mengubah realitas di lapangan, seperti pendudukan Israel di Tepi Barat dan krisis kemanusiaan di Gaza.

Mengapa Dinilai Simbolis?

Meski pengakuan Palestina sekutu memiliki bobot moral dan politik, dampak praktisnya terbatas. Palestina tidak memiliki perbatasan resmi, ibu kota, atau angkatan bersenjata, dan Otoritas Palestina hanya menguasai sebagian wilayah Tepi Barat. Gaza, di sisi lain, porak-poranda akibat konflik berkepanjangan. Pengakuan ini sering disebut simbolis karena tidak diikuti langkah konkret seperti sanksi terhadap Israel atau pembubaran pendudukan. Seorang analis, Julie Norman, menyebutkan bahwa pengakuan ini lebih bertujuan menekan Israel untuk mengakhiri perang, namun tidak mengubah status quo tanpa dukungan AS, sekutu utama Israel.

Reaksi Israel dan AS

Israel, di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengecam keras pengakuan Palestina sekutu, menyebutnya sebagai “hadiah bagi Hamas” dan ancaman bagi keberadaan Israel. AS juga menolak pengakuan ini, dengan juru bicara Departemen Luar Negeri menyatakan bahwa fokus harus pada “diplomasi nyata” seperti pembebasan sandera dan keamanan Israel, bukan gestur politik. Kebijakan AS di bawah Presiden Donald Trump cenderung pro-Israel, menolak solusi dua negara dan memperkuat isolasi Palestina di panggung global.

Dorongan Solusi Dua Negara

Pengakuan Palestina sekutu sering dikaitkan dengan upaya menghidupkan kembali solusi dua negara. Inggris, misalnya, merujuk pada tanggung jawab historisnya sejak Deklarasi Balfour 1917 untuk mendukung koeksistensi damai. Kanada menetapkan syarat seperti demiliterisasi Hamas dan reformasi politik Otoritas Palestina, menunjukkan bahwa pengakuan ini terkait erat dengan negosiasi perdamaian. Namun, tanpa komitmen Israel untuk menghentikan operasi militer atau AS untuk mendukung pengakuan, solusi dua negara tetap sulit tercapai.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski simbolis, pengakuan Palestina sekutu mencerminkan tekanan internasional yang meningkat terhadap Israel, terutama akibat krisis kemanusiaan di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 65.000 orang. Demonstrasi di Eropa dan boikot budaya, seperti ancaman pemboikotan Eurovision, menunjukkan pergeseran opini publik. Untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina, pengakuan harus diikuti langkah konkret seperti sanksi, pemutusan hubungan diplomatik, atau penuntutan kejahatan perang. Kunci utama tetap pada AS dan Israel; tanpa perubahan sikap keduanya, kemerdekaan Palestina sulit terwujud sepenuhnya.

Kesimpulan

Pengakuan Palestina sekutu oleh negara-negara Barat adalah langkah politik yang kuat, namun dampaknya terbatas tanpa dukungan AS dan Israel. Meski memperkuat posisi Palestina di forum internasional, gestur ini dinilai simbolis karena tidak mengubah realitas pendudukan dan konflik di lapangan. Dengan tekanan global yang semakin meningkat, langkah konkret seperti sanksi atau diplomasi yang lebih tegas diperlukan untuk mewujudkan solusi dua negara yang adil dan berkelanjutan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %