polres-serkot.id – Kerusuhan di Kathmandu memakan korban jiwa, termasuk Istri Eks PM Nepal Jhalanath Khanal, Rajyalaxmi Chitrakar, yang tewas setelah rumahnya dibakar massa pada 9 September 2025. Demonstrasi besar-besaran, yang dipicu larangan media sosial, berujung pada pembakaran gedung parlemen dan rumah pejabat. Oleh karena itu, situasi politik Nepal kian kacau. Artikel ini mengulas kronologi, korban, dan dampak kerusuhan berdasarkan laporan hingga 10 September 2025. Dengan demikian, Anda dapat memahami krisis Istri Eks PM Nepal dan Nepal secara keseluruhan.
Istri Eks PM Nepal: Tragedi di Dallu
Pada 9 September 2025, demonstran menyerbu rumah Jhalanath Khanal di daerah Dallu, Kathmandu. NDTV melaporkan Rajyalaxmi Chitrakar terjebak di dalam saat massa membakar rumah. Selain itu, tim medis membawanya ke Kirtipur Burn Hospital dalam kondisi kritis. Namun, luka bakar parah menyebabkan kematiannya. Untuk itu, insiden ini menambah daftar korban kerusuhan Nepal.
Serangan terhadap Rumah Pejabat
Massa tidak hanya menargetkan rumah Khanal. Newsweek mencatat kediaman eks PM Sher Bahadur Deuba dan istrinya, Menteri Luar Negeri Arzu Rana Deuba, juga diserang. Tentara mengevakuasi mereka ke tempat aman. Selain itu, video media sosial menunjukkan Deuba terluka dengan kepala berdarah. Untuk itu, kekerasan terhadap pejabat senior memperparah situasi.
Pembakaran Rumah PM dan Presiden
Demonstran membakar rumah Perdana Menteri KP Sharma Oli di Baluwatar dan Presiden Ram Chandra Poudel. The Himalayan Times melaporkan aksi vandalisme di kediaman Poudel, termasuk jendela pecah dan grafiti antikorupsi. Selain itu, rumah eks PM Pushpa Kamal Dahal dan Menteri Energi Deepak Khadka juga dirusak. Oleh karena itu, serangan ini mencerminkan kemarahan publik terhadap elite politik.
Gedung Parlemen Terbakar
Kerusuhan meluas hingga gedung parlemen Nepal. CNN Indonesia menyebutkan massa membobol dan membakar parlemen pada 9 September 2025. Selain itu, ratusan demonstran menari dan mengibarkan bendera Nepal di tengah api. Untuk itu, aksi ini menandakan eskalasi protes yang tak terkendali.
Pemicu Kerusuhan Nepal
Protes dimulai setelah pemerintah melarang 26 platform media sosial, seperti Facebook dan X, pada 4 September 2025. Al Jazeera melaporkan larangan ini memicu kemarahan generasi muda, terutama Gen Z, yang menuntut pencabutan kebijakan dan pemberantasan korupsi. Meski pemerintah mencabut larangan pada 8 September, protes tetap berlanjut. Dengan demikian, isu korupsi dan pengangguran memperpanjang kerusuhan.
Korban dan Dampak Protes
Bentrokan dengan polisi menewaskan 19 orang dan melukai lebih dari 400 lainnya. BBC mencatat polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet, menyebabkan kematian di kepala dan dada. Selain itu, 900 narapidana kabur dari dua penjara di Nepal barat. Untuk itu, kerusuhan ini memicu krisis keamanan nasional.
Pengunduran Diri Pemimpin Nepal
KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya sebagai PM pada 9 September 2025. The Himalayan Times menyebutkan Presiden Ram Chandra Poudel juga mundur, meninggalkan Nepal tanpa pimpinan eksekutif. Selain itu, Poudel menyerukan dialog untuk meredakan ketegangan, namun massa tetap marah. Oleh karena itu, kekosongan kekuasaan memperburuk situasi.
Respons Militer dan Keamanan
Militer Nepal mengambil alih keamanan pada 9 September 2025 pukul 22.00. Times of India melaporkan tentara mengevakuasi pejabat dan mengamankan kompleks pemerintahan Singhdurbar. Selain itu, Jenderal Ashok Raj Sigdel meminta demonstran berdialog demi perdamaian. Untuk itu, intervensi militer bertujuan mengendalikan chaos.
Implikasi Krisis Nepal
Kematian Istri Eks PM Nepal dan kerusuhan ini menyoroti ketidakpuasan publik terhadap korupsi dan kebijakan otoriter. Al Jazeera mencatat tingkat pengangguran pemuda 20% mendorong protes Gen Z. Selain itu, gaya hidup mewah anak pejabat memicu kemarahan. Oleh karena itu, krisis ini menuntut reformasi politik dan ekonomi.
Masa Depan Nepal Pasca-Kerusuhan
Penyelidikan kematian Rajyalaxmi Chitrakar dan korban lain terus berlangsung. Untuk itu, dialog antara pemerintah dan demonstran krusial untuk mencegah eskalasi. Sebagai hasilnya, Nepal membutuhkan pemerintahan baru yang transparan. Dengan demikian, krisis ini dapat menjadi titik balik untuk perubahan sistemik.