polres-serkot.id – Adik Jusuf Kalla tersangka korupsi menjadi sorotan setelah Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menetapkan Halim Kalla, Presiden Direktur PT BRN, sebagai tersangka dalam kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalbar periode 2008–2018. Oleh karena itu, kasus ini ungkap penyimpangan lelang dan aliran dana yang rugikan negara Rp1,35 triliun. Dengan demikian, adik Jusuf Kalla tersangka korupsi ini libatkan empat tersangka, termasuk eks Dirut PLN Fahmi Mochtar. Selain itu, proyek mangkrak sejak 2016, tinggalkan bangunan rusak dan tak bermanfaat. Berikut kronologi lengkap, peran tersangka, dampak, dan konteks kasus, dirangkum pada 6 Oktober 2025.
1. Latar Belakang Kasus PLTU 1 Kalbar
Proyek PLTU 1 Kalbar (2×50 MW) dirancang untuk penuhi kebutuhan listrik Kalimantan Barat, dimulai 2008 dengan pembiayaan kredit komersial oleh PT PLN (Persero). Dengan kata lain, proyek ini strategis untuk energi daerah, namun berujung mangkrak. Untuk itu, lelang proyek diduga dimanipulasi agar dimenangkan Konsorsium (KSO) PT BRN, dipimpin Halim Kalla, meski tak penuhi syarat administrasi dan teknis. Selanjutnya, KSO BRN alihkan pekerjaan ke PT Praba Indah (PI) dan QJPSE (Tiongkok) tanpa tender ulang, dengan imbalan fee. Akibatnya, proyek hanya capai 85,56% hingga 2018 meski diamandemen 10 kali, rugikan negara Rp1,35 triliun.
2. Tersangka dan Dugaan Peran
Pada 3 Oktober 2025, Polri tetapkan empat tersangka melalui gelar perkara. Dengan demikian, berikut rincian peran mereka:
Nama Tersangka | Jabatan/Peran | Dugaan Perbuatan |
---|---|---|
Halim Kalla (HK) | Presiden Direktur PT BRN (adik JK) | Kolusi lelang, alihkan pekerjaan ke pihak ketiga, alirkan dana fee. |
Fahmi Mochtar (FM) | Dirut PLN (2008–2009) | Permufakatan dengan PT BRN untuk menangkan lelang tanpa syarat. |
RR | Dirut PT BRN | Terlibat pengalihan pekerjaan dan pengelolaan rekening KSO BRN. |
HYL | Dirut PT Praba | Terima aliran dana dari proyek sebagai bagian fee dan penyimpangan. |
Dugaan pelanggaran meliputi Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. KSO BRN terima Rp323,19 miliar untuk pekerjaan sipil dan USD62,4 juta untuk mekanikal-elektrikal, meski progres hanya 57% hingga 2012 dan 85,56% hingga 2018. Untuk itu, penyidik temukan aliran dana dari rekening KSO ke tersangka, meski proyek mangkrak dengan alasan “kekurangan dana”.
3. Adik Jusuf Kalla Tersangka Korupsi: Penyimpangan Lelang
Kasus ini bermula dari permufakatan sebelum lelang 2008. Dengan kata lain, PLN dan PT BRN diduga atur strategi agar KSO BRN menang, meski perusahaan Alton dan OJSC (bagian KSO) tak pernah aktif terlibat. Selain itu, pada 11 Juni 2009, saat kontrak ditandatangani, PLN belum dapatkan pendanaan, dan KSO BRN tak lengkapi syarat teknis. Oleh sebab itu, pengalihan pekerjaan ke PT PI dan QJPSE tanpa proses resmi jadi salah satu penyimpangan utama. Akibatnya, proyek tak selesai, tinggalkan bangunan berkarat dan tak berfungsi, rugikan masyarakat Kalbar yang butuh listrik.
4. Kerugian Negara dan Dampak Sosial
Kerugian negara Rp1,35 triliun berasal dari dana terbayar (Rp323,19 miliar dan USD62,4 juta) dan kerusakan infrastruktur yang tak bisa dimanfaatkan. Dengan demikian, proyek ini gagal penuhi kebutuhan listrik Kalbar, tingkatkan ketimpangan energi daerah. Untuk itu, DPR kritik lemahnya pengawasan PLN, sejalan dengan kasus lain seperti PLTU Sumbagsel (KPK) dan tower transmisi (Kejagung). Selain itu, mangkraknya PLTU perburuk kepercayaan publik terhadap BUMN energi.
5. Konteks Hukum dan Penyidikan
Penyidikan dimulai November 2024, dengan gelar perkara pada 5 November dan penetapan tersangka 3 Oktober 2025. Dengan kata lain, Polri gerak cepat ungkap kolusi di proyek era SBY ini. Selain itu, Halim Kalla, adik mantan Wapres Jusuf Kalla, jadi sorotan karena keterlibatannya sebagai pimpinan PT BRN. Untuk itu, penyidik terus telusuri aliran dana dan potensi tersangka lain.
6. Reaksi Publik dan Media Sosial
Reaksi di X (Twitter) tunjukkan keterkejutan publik karena kaitan Halim dengan Jusuf Kalla, mantan Wapres. Dengan demikian, postingan dari @TheEconopost dan iNews soroti penetapan tersangka, picu diskusi reformasi BUMN. Selain itu, banyak netizen dukung penegakan hukum, meski beberapa pertanyakan integritas proyek energi era SBY.
7. Respons PLN dan Langkah ke Depan
PLN nyatakan dukung penyidikan Polri, namun tak beri komentar detail. Dengan demikian, BUMN ini dorong reformasi internal untuk cegah kasus serupa. Untuk itu, publik tuntut audit menyeluruh proyek energi PLN, termasuk kontrak mangkrak lainnya. Akibatnya, kasus ini jadi momentum perbaiki tata kelola BUMN energi.
8. Implikasi untuk Sektor Energi
Kasus PLTU 1 Kalbar soroti tantangan sistemik di sektor energi Indonesia. Dengan kata lain, lemahnya pengawasan dan kolusi lelang hambat akses listrik di daerah tertinggal seperti Kalbar. Selain itu, kerugian Rp1,35 triliun picu pertanyaan soal efektivitas pengelolaan anggaran PLN. Untuk itu, pemerintah perlu dorong regulasi ketat dan sanksi tegas untuk kontraktor nakal. Akibatnya, reformasi energi jadi prioritas untuk capai target elektrifikasi nasional 100% pada 2030.
9. Apa yang Bisa Dilakukan Publik?
Publik bisa berkontribusi pantau kasus ini melalui:
- Lapor Penyimpangan: Gunakan kanal resmi seperti Lapor.go.id (dofollow) untuk laporkan dugaan korupsi.
- Ikuti Perkembangan: Pantau berita di CNN Indonesia (dofollow) atau Kompas (dofollow) untuk update.
- Diskusi di Media Sosial: Gunakan hashtag #PLTUKalbar di X untuk dukung transparansi (nofollow).
Dengan demikian, keterlibatan publik bantu tekan korupsi di sektor energi.
Kesimpulan Adik Jusuf Kalla tersangka korupsi dalam proyek PLTU 1 Kalbar dested kolusi lelang dan aliran dana yang rugikan negara Rp1,35 triliun. Oleh karena itu, penetapan Halim Kalla dan tiga tersangka lain oleh Polri jadi langkah tegas lawan korupsi energi. Dengan demikian, kasus ini dorong reformasi PLN dan transparansi BUMN. Untuk itu, pantau penyidikan dan dukung keadilan. Akibatnya, sektor energi bisa pulih untuk rakyat. Bagikan pandanganmu di kolom komentar!