polres-serkot.id – Trump ancam sanksi Rusia setelah Moskow melancarkan serangan udara besar-besaran ke Kyiv, ibu kota Ukraina, pada Minggu, 7 September 2025. Serangan ini menewaskan empat orang, termasuk bayi, dan merusak gedung pemerintahan. Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump menyiapkan sanksi baru untuk menekan ekonomi Rusia dan memaksa Vladimir Putin bernegosiasi. Artikel ini mengulas respons Trump, rencana sanksi, dampak serangan, dan implikasi global, diadaptasi dari sumber seperti Al Jazeera, Reuters, dan TIME dengan pendekatan orisinal.
Serangan Rusia ke Kyiv Picu Respons Trump
Pada 7 September 2025, Rusia meluncurkan serangan udara terbesar ke Ukraina sejak 2022. Militer Rusia mengerahkan 810 drone dan 13 rudal, menghantam kompleks pemerintahan di Kyiv. Akibatnya, serangan ini menewaskan empat orang, termasuk bayi berusia tiga bulan, dan melukai 44 lainnya. Selain itu, gedung kabinet Ukraina rusak parah. Trump mengecam serangan ini sebagai “bencana kemanusiaan” saat berbicara di Pangkalan Udara Andrews.
“Saya tidak senang dengan situasi ini. Ini mengerikan, tetapi saya yakin semuanya akan beres,” ujar Trump, dikutip dari Al Jazeera.
Oleh karena itu, Trump mendorong kebijakan tegas. Ia menegaskan komitmennya untuk mendukung Ukraina, meski hubungannya dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy sempat tegang. Serangan ini meningkatkan urgensi untuk tindakan global.
Sanksi Baru untuk Lumpuhkan Ekonomi Rusia
Trump ancam sanksi Rusia dengan kebijakan “tahap dua” yang lebih ketat. Saat wartawan menanyakan rencana ini di Gedung Putih, Trump menjawab, “Ya, saya siap.” Menteri Keuangan AS Scott Bessent menjelaskan bahwa sanksi akan menargetkan pembeli minyak Rusia, seperti India dan China. Dengan demikian, AS berharap memutus pendanaan perang Rusia.
“Jika AS dan Uni Eropa menerapkan tarif sekunder pada pembeli minyak Rusia, ekonomi mereka akan runtuh,” kata Bessent, dikutip Reuters.
Pemerintahan Biden sebelumnya membatasi harga minyak Rusia di $60 per barel. Namun, Rusia menggunakan “armada bayangan” kapal tanker untuk mengelak. Menurut Financial Times, sanksi Biden menurunkan pengiriman minyak Rusia hingga 73%. Kini, Trump berencana memperluas daftar kapal yang diblacklist dan menargetkan bank Rusia di pasar global.
Diplomasi Sulit di Tengah Konflik
Trump ancam sanksi Rusia untuk mendorong negosiasi damai. Meski begitu, upaya diplomatiknya menghadapi kendala. Pada Agustus 2025, Trump gagal mencapai gencatan senjata dalam pertemuan dengan Putin di Alaska. Sementara itu, serangan terbaru menunjukkan Rusia enggan berdamai. Keith Kellogg, utusan AS untuk Ukraina, menyebut serangan ini sebagai tanda ketidakseriusan Rusia, seperti dilansir TIME.
Zelenskyy mendukung sanksi baru. Dalam wawancara dengan ABC News, ia menyebut pembelian minyak Rusia sebagai “ketidakadilan” yang mendanai perang. Namun, Trump juga menekan Ukraina dengan menghentikan bantuan militer pasca pertemuan kontroversial dengan Zelenskyy. Akibatnya, hubungan AS-Ukraina menjadi rumit.
Dampak Serangan dan Implikasi Global
Serangan Rusia pada 7 September 2025 menggunakan 800+ drone Shahed, 9 rudal Iskander-K, dan 4 rudal Iskander-M. Serangan ini, yang terbesar dalam konflik, merusak infrastruktur energi dan gedung apartemen di Kyiv. Dengan demikian, krisis kemanusiaan memburuk. Menurut The Guardian, kerusakan infrastruktur meningkatkan risiko krisis energi di musim dingin.
Trump ancam sanksi Rusia, tetapi Putin menuntut Ukraina menyerahkan wilayah timur. Sebaliknya, Zelenskyy menolak negosiasi di bawah tekanan militer. Oleh karena itu, Trump harus menyeimbangkan tekanan pada Rusia tanpa mengasingkan Eropa, yang khawatir AS terlalu lunak. Selain itu, sanksi baru berpotensi menaikkan harga minyak dunia, memengaruhi negara seperti Indonesia. Ketegangan ini juga dapat mengganggu stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Perspektif Indonesia dan Harga Energi
Indonesia, sebagai importir energi, perlu waspada terhadap dampak sanksi baru. Kenaikan harga minyak global dapat memengaruhi biaya bahan bakar dan inflasi domestik. Menurut Bloomberg, gangguan pasokan minyak Rusia dapat meningkatkan harga Brent hingga $90 per barel. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus memantau situasi ini dan menyiapkan strategi mitigasi.
Selain itu, konflik ini menyoroti pentingnya diplomasi netral Indonesia. Dengan mempertahankan posisi non-blok, Indonesia dapat mendorong dialog damai antara Rusia dan Ukraina melalui forum internasional seperti PBB.
Kesimpulan
Trump ancam sanksi Rusia setelah serangan udara ke Kyiv pada 7 September 2025. Sanksi baru menargetkan ekspor minyak dan bank Rusia untuk lumpuhkan ekonomi Moskow. Meski begitu, keberhasilan bergantung pada dukungan Eropa dan kemauan Rusia untuk berdamai. Indonesia dan dunia perlu memantau dampaknya pada harga energi dan stabilitas global.